Pemerintah diminta mempelajari dengan baik lonjakan kasus Covid-19 di China. Ini penting mengingat Indonesia bakal mengakhiri pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada akhir Desember 2020 atau awal 2023.
"Dulu, Indonesia, kan, juga bebas Covid-19. Tetapi, itu ternyata tidak lama. Begitu sampai di Indonesia, perkembangannya dahsyat. Ada banyak yang terpapar dan korban jiwa," ujar anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, Senin (26/12).
"Kita boleh saja melakukan pelonggaran, tetapi kita tetap harus cari cara agar masyarakat aman. Pandemi Covid-19 yang kita lalui selama lebih 2 tahun jangan terulang lagi," imbuh dia.
Saleh berpendapat, rencana pemerintah mencabut PPKM bisa dimengerti. Selain kasus Covid-19 secara global mereda, kebijakan itu untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Apalagi, sambungnya, banyak negara yang mengalami resesi saat pandemi. Dengan demikian, kian longgarnya aktivitas publik diharapkan turut memulihkan perekonomian.
"Dengan mencabut PPKM, pemerintah kelihatannya mau menaikkan produktivitas dan kreativitas warga. Harapannya, ekonomi tumbuh dan berkembang. Angkatan kerja kita yang sangat tinggi dapat digerakkan untuk kepentingan nasional," tuturnya.
Meskipun demikian, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengingatkan pemerintah melakukan beberapa hal. Pertama, memastikan vaksinasi dosis penguat (booster) mencapai target minimal.
"Dengan booster, tingkat imunitas masyarakat diharapkan menjadi tinggi. Kalaupun mereka beraktivitas dengan pelonggaran prokes (protokol kesehatan), tidak akan membahayakan bagi kesehatan," katanya.
Kedua, pemerintah tetap menyosialisasikan pola hidup sehat. Organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi profesi, sekolah, kampus, dan institusi lainnya perlu dilibatkan.
Ketiga, meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian. Karena itu, obat dan alat-alat kesehatan yang memadai harus tetap disiapkan.